Tips menulis bagi pemula
Oleh : Haryo Bagus Handoko
Oleh : Haryo Bagus Handoko
Bagi Anda yang ingin memulai menulis sebagai karir utama atau sekedar hobi untuk mengisi waktu luang, berikut ini beberapa tips yang mungkin akan membantu Anda. Tulisan ini dibuat bukan untuk maksud sok menggurui, tapi dibuat sekedar untuk berbagi pengalaman dengan para pembaca yang berkeinginan untuk menekuni dunia tulis menulis. Penulis artikel ini yakin bahwa banyak di antara pembaca yang mungkin membaca artikel ini jauh lebih mahir dan lebih mumpuni pengetahuan dan keahliannya dalam bidang tulis menulis. Baiklah berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan dan bisa dijadikan pedoman untuk memulai sebuah tulisan.
1.
Tetapkanlah suatu ide dasar /
tema dari tulisan Anda. Kembangkan ide tersebut dalam suatu kerangka
pemikiran / kerangka tulisan, yaitu buatlah semacam skema / bagan alur mengenai
tulisan yang hendak dibuat. Banyak orang yang menyebut skema ini dengan
“PARADIGMA TULISAN”.
2.
Setelah membuat skema /
paradigma tulisan, mulailah lakukan sedikit riset (banyak juga akan semakin
bagus). Riset bisa berawal dari tulisan di buku-buku, berita di televisi,
artikel-artikel yang menunjang baik di koran maupun dari internet. Riset
juga bisa pula didukung dengan informasi dari narasumber, yaitu orang yang
berkompeten di bidang kajian yang akan menjadi bahan penulisan kita.
Pengambilan data dari narasumber bisa dengan metode random sampling (metode
pemilihan narasumber/responden secara acak), snowball sampling (metode
pemilihan narasumber/responden dari mulut ke mulut, dimana jumlah responden
akan bertambah banyak ; misal kita datangi si A, lalu kita wawancara, kita
mintai pendapatnya tentang topik yang akan menjadi bahan tulisan kita, lalu
kita tanyai si A, siapa lagi yang bisa kita datangi untuk kita mintai
informasi. Misalnya si A menyebutkan nama teman-temannya yang juga ahli
di bidang itu, misalnya si B, si C dan si D. Maka selanjutnya kita
datangi si B, si C dan si D untuk mengorek keterangan lebih lanjut, demikian
seterusnya hingga jumlah responden semakin lama semakin banyak dan
data/keterangan serta informasi yang kita butuhkan semakin valid dan teruji
kebenarannya). Bisa juga kita melakukan survei, seluruh
responden/narasumber yang berkompeten dalam bidang tersebut (100% semuanya kita
wawancarai) kita minta keterangan tentang topik yang akan menjadi bahan tulisan
kita. Metode survei ini meskipun bisa menghasilkan data awal yang cukup
valid, namun membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dari ketiga metode
pengumpulan data di atas, terserah kepada pembaca untuk memilih mana yang
terbaik.
3.
Dari hasil riset dan wawancara
dengan nara sumber, mulailah untuk memilah-milah dan melakukan penggolongan
informasi tersebut dalam beberapa kategori. Tiap versi yang berbeda dari
hasil riset belum tentu salah 100%, namun perlu kita telaah lebih jauh dan kita
lakukan analisa berdasarkan cara berpikir secara sistematis dan logis.
Mungkin saja potongan-potongan informasi tersebut merupakan secuil saja dari
sejumlah besar informasi yang bila kita gabung-gabungkan dan kita analisa
secara mendalam akan menghasilkan suatu gambaran global (the big picture) dari
suatu masalah / topik yang akan kita bahas. Bahasa sederhananya, yaitu
kita ibaratnya mencari potongan-potongan informasi seperti halnya kalau kita
mengumpulkan potongan kepingan gambar dalam permainan puzzle, lalu kita akan
satukan potongan-potongan kecil itu pelan-pelan (gak usah terburu-buru, karena
hasilnya tentu kurang bagus dan bisa saja analisa kita menjadi salah dan
tulisan kita tidak valid), hingga akhirnya kita akan memperoleh hasil akhir
yaitu gambar utuh yang bisa kita pahami. Ooo ternyata ini gambar sapi toh
? Kalau kita melihat sesuatu hanya sepotong sepotong lalu buru-buru kita
lakukan analisa tentu analisa kita bisa saja salah bukan ?
4.
Dalam melakukan pembahasan
dalam tulisan kita (memulai menulis), bisa saja kita membahas mulai dari
hal-hal yang global dulu, baru kemudian sampai ke hal-hal yang
kecil/detil. Namun bisa juga kita mulai dari hal-hal yang kecil
(potongan-potongan informasi yang berhasil kita kumpulkan) baru kita satukan
dan kita bahas hingga kita bisa menyimpulkan gambaran global / keseluruhan
pandangan dari suatu masalah (misalnya, dari pembahasan mengenai, buntut, kaki,
perut, kepala, telinga, mulut, mata dan hidung, akhirnya kita sampai pada
pembahasan mengenai makhluk apa yang kita bahas tadi. Ooo ternyata ini
sapi !). Metode pembahasan dan penulisan mulai dari hal-hal kecil /
potongan-potongan informasi yang kemudian disatukan dalam suatu kesimpulan
akhir tentang sesuatu itu, biasa kita temui dalam tulisan-tulisan novel
atau bahkan film misteri yang kita tonton di bioskop atau televisi.
5.
Mengenai alur waktu kita
bercerita (misal dalam penulisan cerpen atau novel), bisa kita menggunakan alur
runtut (dari awal sampai akhir waktunya urut dan runtut/berkesinambungan),
flash back (penceritaan dimulai dari bagian akhir dulu, kemudian baru
diceritakan dari awal asal mula kok bisa terjadi seperti yang di bagian akhir
itu), atau bahkan alur cerita gabungan antara alur cerita yang urut dengan alur
cerita yang flash back. Namun alur cerita gabungan, bila kita tidak
pandai-pandai mengolah kata dalam tulisan kita, bisa-bisa kita malah
membingungkan para pembaca (ingat tidak semua pembaca yang membaca tulisan yang
kita buat adalah orang dengan kecerdasan yang mencukupi, karena mungkin saja
ada beberapa dari mereka yang agak telmi/telat mikir. Oleh sebab itu
lebih baik tulisan dan gaya bercerita atau penyajian tulisan kita seharusnya
dibuat sesederhana mungkin dan bisa dimengerti oleh semua orang. Hindari
bahasa-bahasa para pejabat yang pakai istilah-istilah adaptasi dari bahasa
asing yang sok keren, pakailah istilah dalam bahasa Indonesia yang mudah
dimengerti).
6.
Mengenai gaya bercerita,
sebaiknya kita memakai gaya bercerita kita sendiri, dengan kata-kata yang
sederhana, mudah dimengerti, pembahasan jangan terlalu berbelit-belit, pakailah
perumpamaan-perumpamaan yang mudah untuk menjelaskan sesuatu yang mungkin
sedikit rumit, sehingga dengan adanya perumpamaan itu para pembaca bisa terbantu
untuk memahami apa yang kita maksud. Dalam menulis, sebaiknya kita tidak
perlu terlalu kaku dalam hal pemilihan diksi (pemilihan kosa kata), bisa saja
kita pakai bahasa gado-gado (Indonesia-Jawa), walaupun tidak selalu
disarankan. Pendek kata, kita menjadi diri sendiri saat kita menulis
sesuatu. Jangan pernah berusaha meniru gaya bercerita orang lain dari
tulisan tertentu yang pernah kita baca. Tiap orang adalah pribadi yang
unik, yang memiliki ciri khas dan tentu saja cara bercerita dan cara penyampaian
isi pikirannya tentu akan berbeda-beda. Justru dengan ciri khas gaya
penulisan dan cara bercerita kita yang unik itulah, maka akan menjadi semacam
kekhasan kita (bahasa kerennya “trade mark kita”). Seperti halnya dalam
dunia musik, setiap penyanyi tentu punya style/gaya dan penampilan serta genre
(tema musik) yang tersendiri.
7.
Tema apa yang bisa kita sajikan
dalam tulisan kita ? Mulai saja dengan menulis sesuatu yang sederhana yang ada
di sekeliling kita. Para penulis bisa saja mengambil topik mengenai
pengetahuan ilmiah, pengetahuan umum, hobi dan ketrampilan, tutorial
perbengkelan/otomotif, keagamaan, pengalaman hidup yang membawa hikmah,
tutorial memasak, tutorial komputer, tutorial HP, tutorial bercocok
tanam/tanaman hias, tutorial desain atau bahkan tentang tips dan tutorial
mengenai tata rias kecantikan, berbagai macam humor seputar dunia sekolah,
kekonyolan teman, kehidupan di rumah, diri kita sendiri, atau bahkan obyek
benda mati yang paling remeh sekalipun (sebagai obyek penderita yang kemudian
dianggap seakan-akan sebagai makhluk hidup yang mempunyai perasaan dan
emosi. Di situlah kemampuan kita untuk menceritakan segala hal maupun
kejadian yang terjadi di sekitar obyek benda mati tersebut, sehingga
seakan-akan obyek benda mati tersebut sebagai saksi hidup yang bisa
menceritakan segala hal yang terjadi dari sudut pandang si benda mati itu.
Dengan kata-kata dan diksi yang tepat dan berkesan lugu dan polos, untuk
menggambarkan setiap kejadian dan berbagai hal yang terjadi maka semua gambaran
ilustrasi dalam bentuk cerita itu sudah bisa disebut sebuah karya cerita pendek
yang cukup unik). Baiklah, misalnya saja kita tetapkan saja kertas tissue
toilet sebagai obyek yang akan kita bahas. Kita pura-puranya memposisikan
diri kita sebagai kertas tissue toilet tersebut, lalu kita bisa
berangan-angan/membayangkan dan tentu saja berimajinasi apa saja yang
akan dilakukan orang dengan kertas tissue toilet tersebut. Tentu saja
akan muncul berbagai “versi” cara orang menggunakan kertas tissue toilet
tersebut, dan bahkan mungkin ada orang yang tidak menggunakan kertas tissue
toilet itu sebagaimana fungsinya. Kita bisa juga membayangkan dan
membahas tentang berbagai tipe orang yang masuk ke kamar kecil / toilet (tempat
kertas tissue itu berada), mulai dari orang yang lemah lembut, grusa-grusu,
sampai orang yang jorok sekalipun. Semakin unik dan semakin polos kita
menggambarkan sesuatu yang berhubungan dengan kertas tissue dengan orang-orang
yang menjadi pengunjung toilet, serta semakin kita bisa membawa pembaca untuk
lebih “menghayati” akan “penderitaan” si kertas tissue, berarti tulisan kita
sudah cukup komunikatif dengan para pembaca.
8.
Bagi penulis yang tema
tulisannya lebih banyak ke masalah teknis atau tutorial mengenai suatu topik
tertentu, misalnya tentang Hand Phone atau komputer, tulisan tentang resep
masakan, atau yang lainnya, sangat disarankan agar tulisan sebaiknya diberi
ilustrasi/gambar pendukung baik gambar buatan tangan ataupun mungkin foto-foto
pendukung yang “bisa memberikan gambaran” kepada para pembaca agar tulisan kita
lebih komunikatif dan interaktif dengan para pembaca yang mungkin masih awam.
9.
Jangan terlalu tegang dan takut
salah, santai saja saat kita akan memulai menulis tentang sesuatu.
Biasakan membawa buku/notes kecil atau bahkan beberapa helai potongan kertas
dan bolpoin kemanapun kita pergi. Atau bahkan mungkin flash disk bagi
yang mampu membelinya, Siapa tahu kita bertemu dengan hal-hal yang bisa
menjadi ide untuk bahan tulisan kita, maka kita akan dengan mudah membuat
poin-poin penting yang bisa dicatat di selembar kertas yang kita bawa
tadi. Atau bahkan orang / kenalan yang membawa laptop yang berisi
data-data/bahan-bahan yang bisa mendukung isi tulisan kita, jadi kalau kita
membawa flash disk, kita bisa meminta ijin untuk mengcopy file-file data
pendukung yang mungkin dimiliki orang/teman kita di komputer laptopnya. Saat
menulis jangan pernah membatasi sampai berapa halaman isi tulisan kita, karena
biasanya para editor di koran, majalah atau penerbit pasti akan selalu mengedit
tulisan kita. Dalam banyak kasus, tulisan kita yang semula pendek bisa
disulap oleh penerbit menjadi tulisan yang sangat panjang dan detil, atau
bahkan sebaliknya. Ini sesuai dengan pengalaman penulis artikel ini yang
pernah mengirimkan naskah tulisan ke majalah HAI dan majalah INFO
KOMPUTER. Di majalah HAI, artikel humor penulis yang saat itu panjangnya
satu setengah halaman, bisa disulap oleh editor majalah HAI menjadi cukup dua
alinea saja tanpa mengurangi makna isinya. Di majalah INFO KOMPUTER,
naskah artikel penulis yang semula hanya tiga perempat halaman bisa disulap
oleh redaksi/editor majalah INFO KOMPUTER menjadi dua halaman penuh yang
dilengkapi pula dengan ilustrasi foto capture dari layar desktop komputer.
10.
Jangan pernah memperkirakan
atau mematok harga mati berapa honor yang seharusnya kita terima, karena tiap
media cetak atau penerbit memiliki patokan harga yang berbeda-beda. Ada
yang memberikan patokan honor berdasarkan jumlah artikel / topik artikel yang
dimuat (dimana per artikel dihargai mulai dari Rp 80.000,- s/d Rp
100.000,- ; ini untuk media dalam negeri/Indonesia. Media asing seperti
beberapa majalah di Australia dan Amerika bahkan bisa memberikan honor yang
lebih tinggi yaitu antara Rp 500.000,- hingga Rp 1.000.000,- per artikel yang
dimuat ; nominal mata uang sebenarnya dalam dolar dan tentu saja setelah
ditransfer ke rekening kita akan berubah menjadi rupiah). Ada pula
beberapa media majalah yang memberikan patokan honor berdasarkan jumlah halaman
cetak jadi yang dimuat di majalah tersebut dimana per halaman untuk tulisan
yang dimuat dihargai antara Rp 70.000,- s/d Rp 100.000,-. Jadi kalau
tulisan artikel kita yang tadinya pendek karena diketik dalam 1 spasi atau satu
setengah spasi dengan total halaman 2 lembar misalnya, bisa jadi setelah diedit
dan dilayout oleh tim redaksi majalah, tulisan kita bisa disulap menjadi 4
hingga 6 halaman atau bahkan mungkin dipersingkat menjadi kurang dari naskah
aslinya. Jadi semuanya tergantung dari kebijakan tim redaksi majalah yang
kita kirimi naskah artikel kita. Biasanya, bila naskah artikel kita
dimuat di suatu majalah kita akan diberikan edisi majalah yang memuat tentang
tulisan kita secara gratis (disamping honor yang kita terima). Namun
jangan terlalu banyak berharap karena tidak semua media cetak mempunyai
kebijakan seperti itu. Bila tujuan kita menulis bukan untuk dimuat di
majalah atau koran, melainkan untuk diterbitkan dalam bentuk buku, dari hasil
obrolan dengan para penerbit, biasanya para penerbit memberikan royalti (hak cipta)
yang dinilai dalam bentuk uang yang nominalnya biasanya sebesar 6% – 10% dari
total penjualan / cetakan yang biasa dibayarkan setiap penerbit mencetak dan
menerbitkan buku tulisan kita. Ada penerbit yang sekali cetak bisa berani
mencetak ratusan buku atau bahkan ada yang sekali cetak bisa sampai 1000 buku
atau bahkan lebih. Semua tergantung ke masing-masing penerbit.
Dalam komunikasi dengan penerbit, kita bisa berkomunikasi dengan telepon (untuk
penerbit luar kota) atau mendatangi langsung ke alamat penerbit.
Sedangkan untuk pengiriman naskah karya tulis kita bisa lewat pos, lewat e-mail
atau bahkan diserahkan langsung dengan dibawa sendiri ke penerbit. Ada
penerbit yang hanya meminta versi digital tulisan kita (dalam bentuk file
Ms-Word atau RTF) yang disimpan di disket atau CD atau dikirim lewat e-mail,
dan ada pula yang bahkan meminta baik versi digital tulisan kita (dalam bentuk
file Ms-Word atau RTF yang disimpan di disket atau CD) maupun versi cetaknya
(yang dicetak/di-print di kertas folio atau A4). Semuanya tergantung dari
kebijakan masing-masing penerbit. Untuk itulah sebaiknya kita melakukan
konfirmasi dan negosiasi dulu dengan penerbit tentang bentuk dan format naskah
tulisan kita serta cara pengirimannya.
* * *
1.
Apa nama lain dari bagan alur
atau sekema tulisan?
2.
Metode pembahasan dan penulisan
mulai dari hal-hal kecil / potongan-potongan informasi yang kemudian disatukan
dalam suatu kesimpulan akhir tentang sesuatu itu, biasa kita temui dalam ?
3.
Bagai mana cara mengirim tulisan
pada penerbit ?
4.
Siapa nama penulis artikel Tips menulis bagi pemula ?
5.
Setelah membuat skema apa yang
harus dilakukan oleh penulis ?
6.
Gaya becerita apa yang
sebaiknya dipakai ?
7.
Tema apa yang bisa kita sajikan
dalam tulisan kita ?
8.
Ada berapa hal yang perlu
diperhatikan dalam menulis, yang bertujuan dikirim kemedia ?
9.
Apa sebutan honor bagi penulis
?
10. Apa yang dihasilkan dari mengamatan yang mendalam ?
jawaban !
1.
Paradikma
2.
Novel film yang kita tonton di
bioskop atau televisi
3.
Di disket atau CD atau dikirim
lewat e-mail, dan ada pula yang bahkan meminta baik versi digital tulisan kita
(dalam bentuk file Ms-Word atau RTF yang disimpan di disket atau CD) maupun
versi cetaknya (yang dicetak/di-print di kertas folio atau A4).
4.
Haryo Bagus Handoko
5.
Riset
6.
Gaya kita sendiri dan mudah
difahami
7.
Sekitar kita
8.
10
9.
Royati
10. Pemahaman global